Selasa, 06 Maret 2012

TUGAS 1


1)   Jelaskan apa yang dimaksud dengan Ilmu Budaya Dasar dan tujuannya !
Jawab :
Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan kata lain Ilmu Budaya Dasar dikatakan Basic Humanities -> The Humanities ( Humanus ) yang artinya manusia berbudaya dan halus yang berkaitan dengan nilai-nilai manusia.
Tujuan dari Ilmu Budaya Dasar :
Mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nilai budaya, baik menyangkut orang lain dan alam sekitarnya maupun yang menyangkut dirinya sendiri.
untuk bisa menjangkau tujuan Ilmu Budaya Dasar. Diharapkan dapat :
1. Mengusahakan penajaman kepekaan terhadap lingkungan budaya.
2. Mengembangkan daya kritis terhadap masalah kemanusian dan budaya.
3. Sebagai calon pemimpin bangsa dan Negara dan ahli dibidangnya.
4. Mengusahakan wahana komunikasi.

2)  Jelaskan dua pandangan yang menjelaskan unsur-unsur manusia
Jawab :
1.     Manusia terdiri dari empat unsur :
·        Jasat
·        Hayat
·        Ruh
·        Naf
2.     Manusia sebagai suatu kepribadian mengandung tiga unsur :
a.      Id : merupakan struktur kepribadian yang paling primitif ( pemuasan kebutuhan )
b.     Ego : merupakan bagian atau struktur kepribadian yang mengatur tingkah laku
c.      Super Ego : merupakan struktur kepribadian yang paling akhir, yang dipengaruhi eksternal, yang menunjukan pola aturan yang dalam derajat tertentu menghasilkan kontrol diri melalui sistim imbalan dan hukuman yang terintermalisasi

Suku Polahi



Menurut cerita, polahi  adalah masyarakat pelarian zaman dahulu yang melakukan eksodus ke hutan karena takut dan tidak mau dijajah oleh Belanda sehingga menjadikan mereka sebagai suku terasing sampai dengan saat ini.
Suku Polahi ini tinggal di hutan gunung Boliyohuto Kabupaten Gorontalo kendati demikian sangat sukar bagi kita  untuk menjumpai mereka. Ini dikarenaka polahi sulit menerima kehadiran orang luar sekalipun sesama warga Gorontalo.  Sikap antisosial ini lebih disebabkan trauma masa lampau .
Ini pula yang menyebabkan mengapa literatur yang mengangkat penelitian mengenai masyarakat polahi masih jarang dijumpai.
Jika menelusuri sejarah perjuangan rakyat Gorontalo dalam mengusir penjajah, ternyata terdapat benang merah yang dapat ditarik untuk mengetahui bagaimana suku polahi pertama kali muncul. Pemerhati sejarah Gorontalo MUHTAR UNO dalam hasil studi  yang dipublikasikan  secara online dapat dilihat bahwa masyarakat Gorontalo adalah masyarakat yang memiliki jiwa patriotisme yang sangat tinggi sehingga mereka rela mengasingkan diri  dihutan dengan alasan menolak kerja paksa dan tuntutan membayar pajak kepada kompeni.
Secara terperinci ia memaparkan bahwa perlawanan rakyat Gorontalo terhadap kaum penjajah sudah dimulai sejak Raja Eyato menjadi raja di Gorontalo pada tahun 1673 sampai 1679 Masehi.
Kala itu Raja Eyato berusaha menghalang-halangi belanda  mendarat di Gorontalo dengan membakar perahu-perahu mereka dan tidak mengizinkan pasukan belanda untuk mengambil air minum di muara sungai bone. Hanya karena kelicikan belanda dengan berpura-pura mengajak berunding yang menyebabkan perlawanan rakyat terhenti karena Eyato ditangkap dan diasingkan.  Kendati demikian perjuangan tidak terputus karena penerusnya raja Biya dengan gigih menentang kehadiran orang asing yang ingin merampas kekayaan alam milik penduduk pribumi.
Akhirnya setelah sekian lamanya bertempur menentang Belanda, Raja Biya bersama anak buahnya ditangkap belanda tahun 1690 dan raja Biya diasingkan ke Seylon dan pengikutnya Isnaeni di buang ke Afrika selatan.  Sedangkan dua pendekar lainnya Apitalau dan Ilato mengihilang entah kemana,sehingga ia berkesimpulan, Apitalau dan Ilato bersama seluruh prajuritnya melarikan diri ke hutan kemudian menjadi polahi.
Untuk membuktikan pendapatnya itu hal itu MUHTAR UNO sempat menyaksikan sendiri benda-benda yang diperlihatkan seseorang kepadanya dimana benda-bendat tersebut diberikan oleh bekas polahi.  Tiga macam benda itu adalah azimat, keris, dan tembaga yang berbentuk kubus dengan panjang rusuk 5 centimeter dan pada salah satu sisi kubus tertulis dengan huruf timbul VOC dan tahun 1690 sehingga bukan tidak mungkin benda tersebut merupakan benda yang diwariskan secara turun temurun oleh Prajurit Raja Biya yang melarikan diri ke hutan karena benda tersebut diberikan oleh orang yang dulunya adalah polahi



Terlepas dari itu semua yang pasti adalah suku polahi ini ada karena mereka tidak meng-inginkan hidup dalam kungkungan penjajahan.  Karena itulah mereka disebut sebagai Polahi  yaitu dari bahasa Gorontalo yang berarti pelarian. Kehidupan mereka sangat jauh dari peradaban modern, mereka tinggal dibawah bebatuan atau gua, di pondok bahkan diatas pohon.
Suku terasing polahi didalam hutan umumnya mereka hidup berpencar dalam kelompok-kelompok kecil.  Mereka terdapat di hutan di Kecamatan Paguyaman, Boliyohuto dan Suwawa. Departemen Sosial Kabupaten Gorontalo telah meng-identifikasi masyarakat polahi dengan kelompok 9, kelompok 18, kelompok 21 atau kelompok 70 berdasarkan jumlah anggota kelompok dalam satu kampung.  Mereka hidup bercocok tanam, berburu babi hutan dan belum mengenal pakaian dan hanya mengenakan penutup syahwat dari daun palma dan kulit kayu.  Rumah mereka sederhana, tidak berdinding dan untuk mencapai ke lokasi perkampungan polahi harus menempuh perjalanan kaki selama tujuh jam.  Kehidupan primitif tergambar pula pada hubungan sedarah dimana hubungan dapat terjadi antara ayah dengan anak perempuannya, atau ibu dengan anak laki-lakinya bahkan antar seseama saudara kandung.
Jelas bahwa budaya ini sangat bertentangan  dengan ajaran agama bahkan sangat dilarang karena dalam Islam dikenal konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial antara individu yang masih terhitung dalam kekerabatan.   Penelitian menunjukan bahwa hubungan sumbang ini berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah baik fisik maupun mental.  Kondisi tersebut terjadi karena keterbelakangan  tidak hanya karena keterpencilan melainkan tidak tersentuh yang namanya pendidikan bahkan dalam kebudayaan mereka  tidak dikenal hitung menghitung dan nama-nama hari.   Angka maksimum yang dapat mereka hitung adalah empat selebihnya adalah banyak.
Contoh diatas sedikitnya memberikan gambaran bagaimana kehidupan polahi.   Mereka sangat jauh mengasingkan diri dengan dunia luar bahkan boleh dikatakan sangat menutup diri dengan perkembangan.  Sangat berat bagi pemerintah  dalam memajukan masyarakat Polahi ini dengan mengintegrasikannya dengan pembangunan manusia indonesia se utuhnya.
Suku terasing di Gorontalo atau lazim disebut Polahi saat ini keberadaannya sangat terpinggirkan bahkan nyaris sangat sulit tersentuh program pemerintah.  Berangkat dari persoalant ersebut pemerintah kabupaten Gorontalo tetap berusaha melakukan pendekatan agar kehidupan suku polahi yang mengsingkan diri dengan hidup dihutan dapat ber-sosialiasi dengan masyarakat disekitarnya. Tercatat jumlah polahi di Kabupaten Gorontalo masih cukup banyak dan menurut Bupati Gorontalo DAVID BOBIHU, tentu ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengangkat derajat dan martabat kehidupan mereka.  Untuk itu pemerintah  Kabupaten Gorontalo memfasilitasi dengan menikahkan secara masyarakat Polahi dengan masyarakat umum secaa massal sekaligus menyediakan rumah layak huni seperti yang diungkapkan bupati DAVID BOBIHU AKIB
Selain itu pemerintah Kabupaten Gorontalo mendatangkan tenaga ustads yang akan memberikan pendidikan dan pembinaan agama Islam terhadap suku terasing polahi yang telah ber-asimiliasi dengan masyarakat umum.
Dengan demikian kata Bupati secara bertahap masyarakat Polahi yang masih mengasingkan diri diharapkan sudah dapat membuka diri dan bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Jumlah pasangan dari suku terasing yang dinikahkan secara massal dengan masyarakat umum itu sebanyak 13 pasangan dan telah diberikan Kartu Tanda Penduduk KTP secara gratis oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo.

sumber :






Senin, 05 Maret 2012

kamera Bukan Mimpi




  Hidup di Jakarta mungkin terlihat sulit jika tidak ada usaha dan hanya jadi pengangguran. Untuk seorang pengamen jalanan seperti Dio mungkin tidak begitu sulit. Jakarta keras, tapi bisa ia takhlukan. Jakarta itu kejam, tapi tidak untuk Dio yang memiliki seorang ibu yang sangat sayang dengannya. Dio hidup di Jakarta hanya bertiga dengan ibu dan adiknya. Ayahnya telah meninggal dunia dua tahun yang lalu karena sakit. Merantau dari pulau sebrang, mengadu nasip di Jakarta yang penuh dengan kemewahan. Kuliah hanyalah mimpi untuknya, jangankan untuk kuliah, bisa makan tiga kali sehari itu sudah kenikmatan untuk Dio dan keluarganya. Sejak kecil ia bermimpi mempunyai kamera, selalu ia berharap bisa berfoto sekeluarga didepan Monumen Nasional. Tapi kenyataannya lain, ayahnya telah meninggal dunia sebelum ia sempat memiliki kamera dan berfoto bersama. Untuk sebuah kamera yang sangat mahal harganya, Dio hanya bisa menabungkan uang hasil mengamen di celengan ayam yang ia beli diwarung dekat rumahnya. Dia berharap suatu hari nanti ia bisa memiliki kamera itu. Ya, suatu hari nanti.

            Pagi yang cerah, Dio sudah bersiap membersihkan gitarnya dan menyanyikan lagu-lagu yang akan ia pakai untuk menghibur pendengarnya. Sebelum berangkat, ia membantu sang ibu merapihkan dagangan yang akan dijajakannya di kereta api. Sayur matang yang dijualnya mungkin tidak bisa membelikannya kamera, tapi syukurlah itu sudah cukup untuk bersekolah adiknya yang masih duduk dibangku sekolah dasar dan membayar uang kontrakan yang lumayan besar jumlahnya.

Lampu merah adalah nafas untuk seorang pengamen jalanan, termasuk Dio. Menyanyikan satu buah lagu,dan berharap bakatnya bisa dihargai. Panas adalah teman, hujan adalah kawan. Semua ia lakukan untuk membantu ibunya yang sudah tua. Keringat tidak ada artinya asal ia bisa melihat sang ibu bisa tersenyum setiap hari.
Ia yakin suatu hari nanti ia bisa membahagiakan sang ibu dan adik perempuannya. Membelikan sebuah rumah, tak perlu mewah asalkan bisa melindungi dari panasnya terik matahari dan dinginnya air hujan. Semangatnya tak pernah pupus untuk menjadikan adiknya berguna bagi nusa dan bangsa. Harapannya ia bisa melihat adiknya tersenyum memakan toga saat sarjana dan berfoto satu keluarga dengan kamera yang ia punya. Dua hal yang membuat ia bisa bertahan hingga saat ini, yaitu usaha dan doa.
Berdoa dan berusaha, hanya itu yang bisa ia lakukan. Nama ibu dan adiknyalah yang selalu terdengar disetiap pintanya kepada Tuhan. Berharap kedua harta berharganya itu selalu bisa bersamanya sampai nanti, ia tak bernafas lagi.

            sore menjelang malam mengakhiri perjuangan Dio hari ini. ia segera kembali kerumah dan melaksanakan kewajibannya selaku umat muslim. Dalam doanya terdengar suara dan tangisan kecil yang ia panjatkan kepada Tuhan “Tuhan, tak ada yang aku pinta kecuali kebahagiaan orang-orang yang aku sayangi. Melihat ibu dan adikku tersenyum adalah cahaya terindah yang pernah aku lihat. Hanya satu pintaku Tuhan, jangan ambil mereka sebelum aku sempat membahagiakannya” . tetesan air mata yang jatuh adalah tanda betapa sungguhnya ia meminta. Ibunya yang tak sengaja mendengar doanya pun segera memeluknya. Tiada kehangatan yang pernah ia dapatkan selain pelukan seorang ibu.

Keesokan harinya ..

Ia mengamen di sebuah rumah makan yang ada diperempatan Kemang Jakarta Selatan. Menyanyikan sebuah lagu yang sangat merdu. Membuat salah satu pengunjung rumah makan terhenyuh mendengar keindahan suaranya. Tanpa disangka itu adalah seorang produser. Dio segera diajaknya mengobrol empat mata dan ditawarkannya tawaran yang sangat fantastis , yaitu rekaman. Ya itu adalah mimpi Dio sejak dahulu.

“ini mimpi atau aku berhayal Tuhan?” gumamnya dalam hati

Tanpa basa-basi Dio menerima tawaran itu dengan senang hati

            Empat bulan berlalu, hasil rekaman Dio sudah mulai bisa dinikmati oleh penikmat musik. Radio, televisi bahkan media masa. Hari demi hari kesuksesannya mulai terlihat, orang-orang semakin mengenal siapa itu Dio Handika. Seorang pria pengamen jalanan kini beralih menjadi penyanyi solo yang terkenal dan sukses.

Kesuksesannya kini telah ia nikmati. Ia membangun sebuah rumah yang cukup besar, membeli mobil, dan membeli kamera. Akhirnya perjuangan selama ini tidak sia-sia. Sekarang kamera bukanlah sekedar mimpi. Kini kamera menjadi sesuatu yang nyata untuknya. Seperti mimpinya dulu, ia mengajak ibu dan adiknya pergi ke Monumen Nasional untuk berfoto. Dibingkainya hasil jepretan itu, dipandanginya setiap waktu. Senang, tapi sedih. Berfoto bersama keluarga, tapi tanpa Ayah.

“mungkin aku emang belum sempat membahagiakan ayah, memeluk ayah dalam bahagiaku saat ini. kesuksesan yang aku raih tanpa ayah. Foto yang indah sekeluarga tanpa ayah, maaf ayah, selama aku hidup aku belum bisa membahagiakan ayah. Tapi aku janji aku akan membahagiakan ibu dan adik kecilku. Ayah yang tenang disana, seandainya aku bisa membangun rumah yang indah untuk ayah disana, akan kubuatkan rumah untuk ayah dengan cat warna biru muda seperti harapan ayah. Tapi kenyataannya beda, hanya doa yang bisa aku kirimkan untuk ayah. Aku sayang ayah” , kata Dio sambil memeluk bingkai Foto yang ada dimeja kamarnya.

Pesan dari cerita ini, berusahalah karena didunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Sukses adalah keharusan. Setelah sukses, bahagiakanlah orang tua selagi kita bisa dan kita mampu. Jangan sia-siakan kesempatan yang ada. Bahagiakan secepatnya orang-orang yang kita sayangi selagi masih ada hayatnya.