PENALARAN
(BAHASA INDONESIA 2)
1.Pengertian Penalaran
Adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
2. pengertian Proposisi
Proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk
subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Namun, dalam
permasalahan kali ini, proposisi memiliki pengertian penyataan yang dapat
dibuktikan benar atau salahnya.
Proposisi dapat kita batasi sebagai pernyataan yang dapat
dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung di
dalamnya. Sebuah pernyataan dapat dibenarkan bila terdapat bahan-bahan atau
fakta-fakta untuk membuktikannya. Sebaliknya sebuah pernyataan atau proposisi
dapat disangkal atau ditolak bila terdapat fakta-fakta yang menentangnya.
3. Inferensi dan
Implikasi
Tiap proposisi dapat mencerminkan dua macam kemungkinan.
Pertama, ia merupakan ucapan-ucapan pada faktual sebagai akibat dari pengalaman
atau pengetahuan seseorang mengenai sesuatu hal. Kedua, proposisi dapat juga
merupakan pendapat, atau kesimpulan seseorang mengenai sesuatu hal.
Kalimat-kalimat seperti “Tadi terjadi sebuah tabrakan di depan Universitas”
merupakan sebuah proposisi yang bersifat pernyataan actual, yaitu sebuah
pernyataan yang menyangkut fakta atau peristiwa yang dialami oleh seseorang.
Dengan ilustrasi sebagai yang dikemukakan di atas, baik
ucapan faktual maupun sebuah pendapat atau kesimpulan, keduanya merupakan
proposisi, karena keduanya dapat dibuktikan kebenarannya atau kemustahilannya.
Kata inferensi berasal dari kata Latin, inferred yang
berarti menarik kesimpulan. Kata implikasi juga berasal dari bahassa Latin,
yaitu dari kata impilcare yang berarti melibat atau merangkum. Dalam logika,
juga dalam bidang ilmiah lainnya, kata inferensi adalah kesimpulan yang
diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang ada. Sedangkan
implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum
dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Banyak dari kesimpulan sebagai hasil
dari proses berpikir yang logis harus disusun dengan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan yang tercakup dalam evidensi (=implikasi), dan
kesimpulan yang masuk akal berdasarkan implikasi (=inferensi).
4. Wujud Evidensi
Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk
data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan
keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua bahan
informasi berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan atau
diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya di masukkan dalam
pengertian data (apa yang diberikan) dan infromasi (bahan keterangan). Pada
dasarnya semua data dan informasi harus diyakini dan diandalkan kebenarannya.
Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan pengujian atas data dan
informasi tersebut, apakah semua bahan keteraangan itu merupakan fakta.
Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi, atau sesuatu
yang ada secara nyata. Bila seorang mengatakan bahwa ia telah melihat kapal
musuh mendarat di sebuah pantai yang sepi, itu baru merupakan informasi.
Ada kemungkinan bahwa bisa terjadi kesalahan dalam evidensi
itu. Dalam hal ini pembela akan mengajukan evidensi yang lain dengan mengatakan
bahwa seorang yang lain telah mencuri pisau itu dan telah mempergunakannya
untuk melakukan pembunuhan. Secara diam-diam pisau itu dikembalikan dan tanpa
sadar telah dipegang oleh pemiliknya itu. Fakta-fakta yang dipergunakan sama,
hanya proses penalaran yang disusun berdasarkan fakta-fakta itu berlainan.
5. Cara Menguji Data
a. Observasi
Fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum
memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya
sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha
meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk
mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atu informasi
itu.
Tiap pengarang atau penulis harus mengadakan pengujian lagi
dengan mengobservasi sendiri data atau informasi itu. Sesudah mengadakan
observasi, pengarang dapat menentukan sikap apakah informasi atau data itu
sesungguhnya merupakan fakta atau tidak, atau barangkali hanya sebagian saja
yang benar sedangkan sebagian lain hanya didasarkan pada perasaan dan prasangka
para informan.
b. Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi, tidak selalu harus
dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk mengharuskan
seseorang mengadakn obeservasi atas obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan itu
terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi
hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dengan meminta
kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang tidak mengalami sendiri atau
menyelidiki sendiri persoalan itu.
Demikian pula halnya dengan semua pengarang atau penulis.
Untuk memperkuat evidensinya, mereka dapat mempergunakan kesaksian-kesaksian
orang lain yang telah mengalami sendiri perisitiwa tersebut.
c. Autoritas
Cara ketiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta
dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas,
yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki
fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua
fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam
bidang itu.
6. Cara Menguji Fakta
a. Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang
akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan
kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya
bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan
evidensi yang lain.
b. Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian
fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi.
Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi.
Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan
pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang
berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat diterima, ia harus
meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca setuju atau menerima fakta-fakta dan
jalan pikiran yang menemukakannya, maka secara konsekuen pula pembaca harus
menerima hal lain, yaitu konklusinya.
7. Cara Menilai
Autoritas
a. Tidak Mengandung
Prasangka
dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa
pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak
mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil
eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga
mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan
pribadi dari data-data eksperimentalnya.
b. Pengalaman dan
Pendidikan Autoritas
dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai
pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas.
Pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam
kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya
tadi.
Walaupun jaman kita ini sudah begitu condong atau cenderung
dengan berbagai macam spesifikasi, namun kita tidak boleh mengabaikan keahlian
seseorang dalam beberapa macam bidang tertentu.
c. Kemashuran dan
Prestise
faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk
menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan
dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di balik kemashuran dan
prestise pribadi di bidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi terkenal karena
prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala bidang. Seorang yang
menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas berturut-turut dalam
pertandingan lomba lari jarak lima ribu meter, diminta pendapatnya tentang
cara-cara pemberantasan korupsi.
d. Koherensi dengan
Kemajuan
hal keempat yang perlu diperhatikan penulis argumentasi
adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan
dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam
bidang itu.
Pengetahuan dan pendapat terakhir tidak selalu berarti bahwa
pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat
terakhir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena
autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk
membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan
keburukannya atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu
pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk memberi evaluasi yang tepat terhadap
autoritas yang dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas, gelar,
kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin
penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas
tersebut.
Untuk memperlihatkan bahwa penulis sungguh-sungguh siap
dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh
argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada satu autoritas.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar